Sabtu, 15 Desember 2007

Forum DAS Sebuah Harapan Baru dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

























Hal paling sulit dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) adalah mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terjadi, manakala DAS masuk ke dalam beberapa wilayah administrasi. Sebagai contoh adalah DAS Deli yang melintasi kota kami tercinta Medan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli yang membentang dari hulu pada dua kabupaten yaitu: Kabupaten Karo di Semangat Gunung (Raja Berneh) sarat terokupasi kegiatan pertanian dan tanaman semusim juga pengambilan serasah hutan. Daerah Doulu merupakan wilayah yang paling terdegradasi akibat pencurian humus/ serasah hutan. Di Kabupaten Deli Serdang di kawasan Sibolangit melewati Sembahe (Sub Das Simai-mai) yaitu Sungai Betimus ditemukan sarat permasalahan akibat perubahan fungsi kawasan dan formasi hutan yang tidak berfungsi optimal dari segi ekologi. Kemudian memasuki Wilayah Kota Medan Perkotaan (Titi Kuning). Kondisi Sungai Deli juga sangat memprihatinkan karena banyak terjadi penyempitan sungai akibat terjadinya perubahan fungsi lahan berupa pembuangan sampah dan pembangunan pemukiman pada sempadan sugai.

Pada daerah hilir yang merupakan titik pertemuan Sungai Deli dengan laut di Selat malaka, dibangun tembok/ tepian sungai setinggi kurang lebih dua meter, ternyata pada kasus-kasus tertentu, manakala dari hulu Sungai Deli air meluap badan sungai sudah tidak mampu lagi menampung air, sehingga aliran air sungai meluber kepemukiman penduduk, ini terjadi di daerah Belawan. Kemudian air yang meluber itu sulit tersalurkan kembali ke sungai akibat terisolasinya tepian sungai atau daya infiltrasinya menurun.

Kondisi seperti ini ternyata tidak hanya terjadi di DAS Deli saja, tetapi juga terjadi pada DAS-DAS yang lainnya. Dari kondisi ini, maka untuk efektifitas dan efesiensi program masing-masing sektor diperlukan adanya koordinasi antar sektor dan antar pemerintahan (kabupaten atau kota) terkait. Masalah lain adalah koordinasi sering dijadikan sebagai kambing hitam kegagalan suatu pengelolaan DAS , padahal tidak jelas "siapa berbuat apa" diantara instansi atau sektor yang terkait dengan pengelolaan DAS tersebut. Makanya tidak heran jika kita sering mendengar ungkapan "kegagalan mengatasi banjir ini adalah karena kurangnya koordinasi antar instansi". Mungkin instansi yang tertuduh akan saling melempar tanggung jawab karena merasa bukan hanya andil dia saja gagalnya mengatasi banjir tersebut. Untuk itu menurut penulis perlu adanya sebuah Forum atau bahkan Lembaga resmi yang legitimate yang bisa membantu dalam mengatasi problem "lemahnya koordinasi dalam kegiatan Pengelolaan DAS".


Tanggal 30 Oktober 2007 yang lalu dilakukan seminar dan lokakarya pembentukan Forum DAS Wampu dan DAS Ular (dah cukup lama juga ya...) Maklum baru hari ini penulis mendaftar blog ini jadi uneg-uneg ini baru disampaikan hari ini juga. Penulis tertarik karena ternyata yang hadir cukup merata beragam (lumayan mewakili stakeholder yang ada di wilayah DAS) baik itu dari d inas-dinas, Wakil Bupati, LSM, Petani dan Akademisi. Tujuannya ya tentunya untuk ikut berperan serta dalam membantu pengelolaan DAS (asal jangan sampai ngrusui/membuat semakin keruh saja kegiatan pengelolaan DAS)

Hasilnya terbentuklah dua Forum yaitu Forum DAS Wampu dan Forum DAS Ular. Nah harapan penulis adalah bahwa Forum DAS ini mampu membantu untuk mengatasi kebuntuan koordinasi antar stakeholder dalam pengelolaan DAS. Dan memang dalam pertemuan yang penulis hadiri di Fakultas Pertanian USU sempat ada yang menyampaikan pesan agar Forum DAS Wampu dan DAS Ular ini tidak "NATO/No Action Talk Only". Semoga.


Tidak ada komentar: